Wednesday 3 December 2014

Peristiwa Madiun atau PKI dan Cara Penanggulangannya

Peristiwa Madiun atau PKI dan Cara Penanggulangannya


Peristiwa Madiun atau PKI dan Cara yang Dilakukan Pemerintah dalam Penanggulangannya.


Pada waktu bangsa Indonesia sedang berjuang melawan Belanda dengan perjuangan besenjata maupun diplomasi setelah kemerdekaan, bangsa Kita harus menghadapi pemberontakan PKI Madiun. Pemberontakan yang terjadi pada tahun 1948 ini merupakan pengkhianatan terhadap bangsa Indonesia ketika sedang berjuang melawan Belanda yang berupaya menanamkan kembali kekuasaanya di Indonesia.

Para pemimpin pemberontakan ini diantaranya adalah Amir Syarifuddin dan Musso. Amir Syarifuddin adalah mantan perdana mentri dan menandatangani perjanjian Renville. Ia merasa kecewa karena kabinetnya jatuh kemudian membentuk Front Demokrasi Rakyat (FDR) pada tanggal 28 Juni 2948 dan melakukan pemberontakan di Madiun.

Sedangkan Musseo adalah Tokoh PPKI yang pernah gagal melakukan pemberontakan terhadap pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1926. Setelah gagal ia melarikan diri ke luar negeri. Selanjutnya ia pulang ke Indonesia bergabung dengan Amir Syarifuddin untuk mengadakan propaganda-propaganda anti pemerintah di bawah pimpinan Sukarno-Hatta.

Front Demokrasi Rakyat (FDR) ini didukung oleh Partai Sosialis Indonesia, Pemuda Sosialis Indonesia, PKI, dan Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia. Kelompok ini seringkali melakukan aksi-aksinya antara lain :

  1. Melancarkan propaganda anti pemerintah,
  2. Mengadakan pemogokan-pemogokan kerja bagi para buruh di perusahaan misalnya di pabrik-pabrik karung di Delanggu Klaten
  3. Melakukan pembunuhan-pembunuhan misal dalam bentrokan senjata di Solo tanggal 2 Juli 1948, Komandan Divisi LIV yakni Kolonel Sutarto secara tiba-tiba terbunuh. Pada tanggal 13 September 1948 tokoh pejuang 1945, Dr. Moewardi diculik dan dibunuh.

Keadaan Politik, Ekonomi, Sosial, dan Budaya Sebelum Terjadinya Peristiwa G 30 S/PKI.

NKRI dengan ideologi Pascasila menghadapi berbagai tantangan besar sejak tahun 1959, ketika Demokrasi Terpimpin dilaksanakan. Pada waktu itu terjadi ketegangan sosial politik yang menjadi-jadi. Kondisi politik menjadi panas karena antarpartai politik saling mencurigai, antara partai politik dengan ABRI serta antara keduannya dengan presiden. Mereka saling bersaing untuk saling berebut pengaruh atau mendominasi.

Begitu pula pada masa Demokrasi Terppimpin kondisi ekonomi sangat memprihatinkan hingga muncul krisis ekonomi nasional. Prinsip Nasakom yang diterapkan wakti itu memberi peluang kepada PKI dan organisasi pendukungnya untuk memperluas pengaruhnya. Dalam memanfaatkan peluang tersebut PKI menyatakan sebagai partai pejuang bagi perbaikan nasib rakyat dengan janji-janji seperti kenaikan gaji atau upah, pembagian tanah dan sebagainya. Oleh karena itu PKI banyak mendapat pengaruh dari para petani, buruh kecil, atau pegawai rendah sipil maupun militer, seniman, wartawan, guru, mahasiswa, dosen, dan para perwira ABRI.

2Kondisi politk dan ekonomi yang semakin tegang berdampak pada sosial budaya masyarakat. PKI dan para pendukungnya yang semakin mendapat pengaruh sering mengancam dan melakukan tindak kekerasan lainnya. Hal ini seperti yang dialami oleh pemuda yang tergabung dalam organisasi Peajar Islam Indonesia (PII). Ketika sedang melakukan pelatihan di Kanigoro Kediri Jawa Timur pada bulan Januari 1965, para pendukung PKI menyerbu peserta pelatihan. Tindakan serupa juga dilakukan terhadap umat Hindu di Bali yang sedang melakukan kegiatan keagamaan. Tindakan PKI ini akhirnya juga dibalas oleh para kelompok yang anti PKI sehingga masyarakat menjadi semakin resah karena seringkali terjadi pertikaian fisik.

Pengaruh PKI yang sangat besar dalam bidang politik berdampak luas terhadap kebijakan pemerintah di semua bidang. Dalam bidang sosial budaya semua organisasi yang anti PKI dituduh sebagai anti pemerintah. Para seniman yang tergabung dalam kelompok maniesto dalam kebudayaan dibubarkan oleh pemerintah pada bulan Desember 1964 karena menentang PKI.

No comments:

Post a Comment